Senin, 22 November 2010

asal-usul telematika

Kata TELEMATIKA, berasal dari istilah dalam bahasa
Perancis “TELEMATIQUE” yang merujuk pada
bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan
teknologi informasi. Istilah Teknologi Informasi
itu sendiri merujuk pada perkembangan teknologi
perangkat-perangkat pengolah informasi. Para
praktisi menyatakan bahwa TELEMATICS adalah
singkatan dari “TELECOMMUNICATION and INFORMATICS”
sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and
Communication. Istilah Telematics juga dikenal
sebagai “the new hybrid technology” yang lahir
karena perkembangan teknologi digital.
Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi
telekomunikasi dan informatika menjadi semakin
terpadu atau populer dengan istilah “konvergensi”.
Semula Media masih belum menjadi bagian integral
dari isu konvergensi teknologi informasi dan
komunikasi pada saat itu.Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem
komputer dan sistem komunikasi ternyata juga
menghadirkan Media Komunikasi baru. Lebih jauh
lagi istilah TELEMATIKA kemudian merujuk pada
perkembangan konvergensi antara teknologi
TELEKOMUNIKASI, MEDIA dan INFORMATIKA yang semula
masing-masing berkembang secara terpisah.
Konvergensi TELEMATIKA kemudian dipahami sebagai
sistem elektronik berbasiskan teknologi digital
atau “the Net”. Dalam perkembangannya istilah
Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana
MULTIMEDIA. Hal ini sedikit membingungkan
masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya
merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk
mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah
suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami
sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan
Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi
Informasi (TI), TELEMATIKA, MULTIMEDIA, maupun
Information and Communication Technologies (ICT)
mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai
definisi sangat tergantung kepada lingkup dan
sudut pandang pengkajiannya.

Seiring dengan semakin populernya Inter-Net
sebagai “the network of the networks”, masyarakat
penggunanya (internet global community)
seakan-akan mendapati suatu dunia baru yang
dinamakan cyberspace - sebagaimana dipopulerkan
oleh William Gibson dalam novel sci-fi-nya
Neuromancer - yang merupakan khayalan tentang
adanya alam lain pada saat teknologi
telekomunikasi dan informatika bertemu. Di “alam
baru” ini - bagi kebanyakan netter - tidak ada
hukum. Karena tidak adanya kedaulatan dalam
jaringan komputer maha besar (gigantic network)
ini, mereka beranggapan bahwa tidak ada satupun
hukum suatu negara yang berlaku, karena hukum
network tumbuh dari kalangan mayarakat global
penggunanya. “Alam baru” ini seakan-akan menjadi
suatu jawaban dari impian untuk melampiaskan
kebebasan berkomunikasi (free flow of information)
dan kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of
speech) tanpa mengindahkan lagi norma-norma yang
berlaku dalam kehidupan sehari-hari.

Perlu digarisbawahi, bahwa substansi cyberspace
sebenarnya adalah keberadaan informasi dan
komunikasi yang dalam konteks ini dilakukan secara
elektronik dalam bentuk visualisasi tatap muka
interaktif. Komunikasi virtual (virtual
communication) tersebut - yang dipahami sebagai
virtual reality - sering disalahpahami sebagai
“alam maya”, padahal keberadaan sistem elektronik
itu sendiri adalah konkrit di mana komunikasi
virtual sebenarnya dilakukan dengan cara
representasi informasi digital yang bersifat
diskrit. Sehubungan dengan itu, Wiener dan Bigelow
mencetuskan Cybernetics Theory, mengenai suatu
pendekatan interdisipliner terhadap sistem kendali
dan komunikasi dari hewan, manusia, mesin dan
organisasi. Uniknya teori tersebut sebenarnya
lebih menekankan pada pentingnya umpan balik dari
sistem komunikasi itu sendiri. Teori tersebut
menyiratkan bahwa dalam memahami suatu informasi
yang disampaikan pada suatu sistem komunikasi yang
baik harus dengan memperhatikan umpan balik dari
sistem tersebut. Sebagai catatan, Wiener juga
mengakui bahwa istilah Cyber sebenarnya pernah
digagas oleh Ampere yang namanya digunakan sebagai
satuan kuat arus. Oleh karena itu jika ditilik
dari asal-usulnya, istilah cyber sebenarnya erat
hubungannya dengan kawat listrik. Sehingga tidak
mengherankan, jika istilah tersebut juga digunakan
untuk organ buatan listrik CYBORG yang merupakan
singkatan dari Cybernetics Organics.

Dengan demikian, istilah “cyber law” sebagaimana
dipahami oleh masyarakat sekarang ini kurang tepat
jika digunakan untuk merujuk pada hukum yang
tumbuh dalam medium cyberspace. Istilah
“cyberspace law” justru lebih tepat untuk itu.
Namun demikian, Istilah “telematika” paling tepat
digunakan karena lebih memperlihatkan hakekat
keberadaannya dan layak untuk digunakan sebagai
definisi guna melakukan pengkajian hukum
selanjutnya. Istilah “telematika” merujuk pada
hakekat cyberspace sebagai suatu sistem elektronik
yang lahir dari perkembangan dan konvergensi
telekomunikasi, media dan informatika.

Berbicara tentang hukum dalam arti luas, berarti
mencakup segala macam ketentuan hukum yang ada
baik materi hukum tertulis - tertuang dalam
peraturan perundang-undangan - maupun materi hukum
tidak tertulis - tertuang dalam kebiasaan ataupun
praktek bisnis yang berkembang. Sehubungan dengan
itu, sistem hukum nasional sesungguhnya tetap
berlaku terhadap segala aktivitas komunikasi yang
dilakukan dalam lingkup cyberspace. Hal ini
berarti bahwa domain-domain hukum yang semula
dipahami secara sektoral, baik dalam bidang
telekomunikasi, media maupun informatika akan
semakin konvergen. Yang terjadi bukan kevakuman
hukum, melainkan suatu pembidangan hukum yang
lebih khusus tanpa menafikan keberlakuan
bidang-bidang hukum yang telah ada dalam sistem
hukum yang berlaku. Dengan demikian definisi Hukum
Telematika adalah hukum terhadap perkembangan
konvergensi TELEMATIKA yang berwujud dalam
penyelenggaraan suatu sistem elektronik, baik yang
terkoneksi melalui internet (cyberspace) maupun
yang tidak terkoneksi dengan internet.

Lingkup pengkajian Hukum Telematika terfokus pada
aspek-aspek hukum yang terkait dengan sistem
informasi dan sistem komunikasi, khususnya yang
diselenggarakan dengan sistem elektronik, dengan
tetap memperhatikan esensi dari:

komponen-komponen dalam sistem tersebut, mencakup:
(i) perangkat keras (ii) perangkat lunak, (iii)
prosedur-prosedur (iv) perangkat manusia, dan (v)
informasi itu sendiri; serta
(2) fungsi-fungsi teknologi di dalamnya yaitu: (i)
input, (ii) proses, (iii) output, (iv) penyimpanan
dan (v) komunikasi.
Dalam prakteknya kedua lingkup tadi dalam
cyberspace dikenal sebagai (i) Content, (ii)
Computing, (iii) Communication dan (iv) Community.

1.Content, yaitu Isi atau substansi Data
dan/atau Informasi berupa input dan output dari
penyelenggaraan sistem informasi yang
disampaikan pada publik, mencakup semua bentuk
data/informasi baik yang tersimpan dalam bentuk
cetak maupun elektronik, maupun yang disimpan
sebagai basis data (databases) maupun yang
dikomunikasikan sebagai bentuk pesan (data
messages);

2.Computing, yaitu Sistem Pengolah Informasi
yang berbasiskan sistem komputer (Computer based
Information System) berupa jaringan sistem
informasi (computer network) organisasional yang
efisien, efektif dan legal. Dalam hal ini, suatu
Sistem Informasi merupakan perwujudan penerapan
perkembangan teknologi informasi ke dalam suatu
bentuk organisasional/organisasi perusahaan
(bisnis).;

3.Communication, yaitu Sistem Komunikasi yang
juga berupa sistem keterhubungan
(interconnection) dan sistem pengoperasian
global (interoperational) antar sistem
informasi/jaringan komputer (computer network)
maupun penyelenggaraan jasa dan/atau jaringan
telekomunikasi.
4.Community, yaitu masyarakat berikut sistem
kemasyarakatannya yang merupakan pelaku
intelektual (brainware), baik dalam kedudukannya
sebagai Pelaku Usaha, Profesional Penunjang
maupun sebagai Pengguna dalam sistem tersebut.

Sesungguhnya terdapat korelasi yang kuat antara
cybernetics theory dengan sistem hukum nasional,
dalam hal efektifitas suatu sistem hukum di
tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam
pembentukan perilaku sosial (social behaviour).
Hukum sebagai suatu aturan (rule of law)
berbanding lurus dengan pemamahan hukum dan
kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum - yang
wujudnya berupa informasi - yang tengah berlaku.
Tidak akan ada ketentuan hukum yang berlaku
efektif dalam masyarakat, jika informasi hukum
tersebut tidak dikomunikasikan dengan baik kepada
masyarakat. Oleh karena itu, pengkomunikasian
informasi hukum harus dirancang dalam pola yang
lebih interaktif sehingga dapat menangkap dengan
baik umpan balik dari masyarakatnya sehingga
menimbulkan kesadaran hukum. Hal tersebut tidak
akan didapat hanya dengan sosialisasi ataupun
penyuluhan hukum saja, melainkan juga harus dengan
pengembangan sarana komunikasi ataupun
infrastruktur informasi yang baik dan dapat
diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat.

Merujuk pada dasar keberlakuan hukum yang mencakup
aspek-aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis;
Jika pembuatan hukum hanya memperhatikan aspek
yuridis saja melalui perumusan hukum (legal
drafting) oleh segelintir elit tanpa melibatkan
peran aktif masyarakatnya, maka wacana hukum tidak
akan pernah berkembang di tengah masyarakat dan
masyarakat tidak akan pernah berperan aktif di
dalamnya. Hikmah dari cybernetics theory bagi
sistem hukum adalah keberadaan sistem informasi
hukum sebagai komponen keempat dalam sistem hukum
nasional; di samping tiga komponen yang selama ini
dikenal, yaitu substansi, struktur dan budaya.
Dengan demikian secara teoritis kesenjangan antara
rule of law dengan social behaviour dapat
dijembatani. Hal ini juga sepatutnya membuka
pemikiran tentang birokrasi bahwa keberadaannya
sebagai mitra rakyat - bukan penguasa rakyat -
mewajibkannya memberikan layanan yang lebih baik.
Dengan pengembangan sistem informasi yang baik,
kegiatan pemerintahan menjadi lebih transparan,
dan akuntabel, karena pemerintah mampu menangkap
feedback dan meningkatkan peran serta masyarakat.
Good governance tidak lain adalah cita negara
berdasarkan hukum, di mana masyarakatnya merupakan
self regulatory society. Dengan demikian,
pemerintah sudah dapat mereduksi perannya sebagai
pembina dan pengawas implementasi visi dan misi
bangsa dalam seluruh sendi-sendi kenegaraan
melalui pemantauan terhadap masalah-masalah hukum
yang timbul dan menindaklanjuti keluhan-keluhan
masyarakat.

Kesimpulannya, Pemerintah dan masyarakat harus
meningkatkan kesadaran berinformasi dan
berkomunikasi, untuk kemudian mampu mengembangkan
dan menguasai serta membina dan mengendalikan
seluruh infrastruktur informasi nasional maupun
global agar keberadaannya dapat sesuai dengan
kebutuhan dan dinamika masyarakat itu sendiri.
Sistem hukum yang baik belum tentu dapat terwujud
dengan terus menerus membuat undang-undang baru.
Justru kajian mendalam harus ditingkatkan tentang
sejauh mana sistem hukum yang telah berlaku
(existing legal framework) dapat dioptimalkan
terlebih dahulu oleh para penegak hukumnya yang
berdedikasi tinggi dalam pelaksanaan tugasnya.




Sumber: http://blog.its.ac.id/masgandhul/2008/11/25/asal-usul-telematika/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar